Bojonegoro, lenteranusantaranews.com
Hanya sehari jelang pelaksanaan ujian perangkat desa (Perades) Kadungrejo, Kecamatan Baureno, skandal dugaan kecurangan justru semakin terang benderang. Yang mencengangkan, Bupati Bojonegoro, Setyo Wahono, memilih diam seribu bahasa bahkan hanya angkat tangan lewat simbol WhatsApp saat dimintai tanggapan.
Sikap Bupati yang seharusnya menjadi panglima tertinggi dalam urusan tata kelola daerah justru memperlihatkan ketidakpedulian yang mencolok. Di saat publik berharap ada sikap tegas dari orang nomor satu di Bojonegoro, yang muncul justru ketidakmauan untuk menyentuh bara masalah. Apakah ini bentuk pembiaran, ketakutan, atau memang bagian dari permainan?
Tanda-tanda Manipulasi Terstruktur
Hari ini, dua versi surat undangan ujian Perades beredar. Surat pertama bahkan tidak mencantumkan asal perguruan tinggi pembuat soal, baru di surat kedua muncul nama FISIP Universitas Brawijaya Malang. Hal ini memicu dugaan kuat bahwa transparansi hanya diberikan karena tekanan publik, bukan karena niat baik.
“Kalau nggak viral, mungkin sampai ujian dimulai masyarakat tetap dibohongi,” ucap seorang warga, Selasa (8/7/2025).
Padahal, sejak awal sosialisasi, masyarakat berhak tahu siapa penyusun soal. Ketertutupan ini bukan sekadar kelalaian, melainkan indikasi kuat adanya agenda tersembunyi yang tak ingin diketahui publik.
Panitia mengklaim penggunaan sistem Computer Assisted Test (CAT) demi transparansi, tetapi justru menolak menjelaskan detail teknisnya. Tidak ada informasi pasti soal:
Apakah CAT ini online atau offline?
Siapa operatornya?
Siapa yang punya akses ke soal dan jawaban?
Apakah ada log aktivitas digital yang bisa diaudit publik?
Ini bukan transparansi, ini kamuflase. Dalam sistem digital, yang tidak dijelaskan berarti disembunyikan. Semua Diam, Bupati Paling Menyolok Dalam situasi ini, semua elit lokal terlihat sepakat menjaga kebisuan:
Pemdes bungkam, Panitia tidak responsif,
Camat bicara sekedarnya, DPMD cuci tangan,
dan Bupati? Tertawa dalam diam.
Bupati Setyo Wahono gagal total menjalankan fungsi pengawasan dan kepemimpinan. Dalam sistem demokrasi, ketidakpedulian adalah bentuk kejahatan terselubung. Jika kepala daerah tidak bergerak menghadapi potensi manipulasi seperti ini, maka ia tak layak menyandang jabatan sebagai pelayan rakyat.
Apakah Bupati benar-benar tidak tahu, atau pura-pura tidak tahu? Lebih dari itu, apakah ia sedang menutup aib kolektif yang bisa menjatuhkan nama kekuasaan? Pertanyaan-pertanyaan ini harus dijawab, karena rakyat sudah terlalu lama jadi korban politik diam.